Jumat, 07 Agustus 2015

Si giant Randu Alas (Cieba petandra) dari Desa Tumpakkepuh



          Randu alas demikian masyarakat setempat menyebutnya, morfologinya tidak jauh berbeda dengan tanaman pada umumnya, yaitu sebatang pohon randu yang tumbuh ditengah hutan penduduk maka pohon itu dinamakan randu alas. Namun demikian ada yang membedakan dengan pohon lain di sekitarnya, yaitu sosok randu alas yang tinggi besar menjulang.

          Jika dilihat dari jauh randu alas sudah terlihat jelas sosoknya, karena pohonya tinggi melebihi rata-rata pohon yang tumbuh di kanan kirinya.Bila dipandang dari bawah cabang-cabang randu alas merentang kekar bagaikan lengan. Sinar matahari bebas menerobos masuk melalui sela-sela daun. Dahannya yang besar menjadi tempat (media) tumbuh sebesar pohon beringin, tanaman paku sarang burung, paku picis dan sebagai rumah dari beberapa fauna seperti burung kutilang. Tampaknya aneh ketika musim kemarau tiba, daun randu habis berguguran, tinggal pohon beringin yang hijau subur seolah  pohon randu berdaun beringin ber-sulur hingga hampir menyentuh tanah. Konon menurut warga sekitar, dulunya randu alas dihuni oleh sekelompok populasi kera berekor panjang, namun kini tahu entah kemana ujung rimbanya.

          Tentang ukuran dan usia pohon randu alas hingga sekarang belum ada keterangan resmi yang pasti dari pohon besar ini. Warga, begitu juga orang-orang yang datang hanya mengkira-kira saja. Tetapi yang pasti cukup besar untuk ukuran kayu sejenis di pulau jawa. Bagian bawah pohon randu begitu besar, entah berapa ukuran diameternya, bila kita berdiri di bawahnya seolah tertelan olehnya. Besar bonggol randu belum ada ukuran pasti hanya saja perlu 10 orang dewasa lebih yang merentangkan tangan dan bergandengan untuk bisa mengitari pohon randu raksasa ini. Menurut  penuturan seorang sahabat yang merupakan penduduk asli, banyak mitos dan cerita mistis yang berkembang di masyarakat seputar pohon randu. Pohon randu ini dulu merupakan tanda tanah wewengkon(kekuasaan) dari Keraton Mataram.

          Konon pohon randu itu ada sepasang. Yang satu ditanam di keraton, dan satunya lagi randu yang tumbuh di desa itu. Pohon randu yang di keraton adalah randuwedok (perempuan), sedangkan randu yang ada di Tumpakkepuh randu lanang (laki-laki) karena tak pernah ditemukan buahnya, pohon randu ini tidak seperti pohon randu pada umumnya. Bunganya berwarna merah dan buahnya kecil-kecil seperti kapas. Biji randu alas tidak pernah tumbuh disana, sehingga tidak pernah ditemukan tunas randu alas di desa itu. Meski pohonnya ada di desa Tumpakkepuh jatuhnya buah di Keraton Mataram. Dulu sering kali orang-orang dari Mataram mengunjungi pohon randu alas itu.Mereka membuat sesaji, menyembelih kambing dan melakukan ritual di bawah pohon randu. Namun disayangkan wanawisata randu alas belum cukup tersentuh. Sayang disayang pohon randu alas ini dari tahun ke tahun tetap saja hanya dipandang sebelah mata hanya dijadikan sebagai tempat berteduh atau rehat, di sebelah pohon telah dibangun sebuah rumah panggung dan sekitar akar telah dibangun pula jalan berlapis semen yang mempunyai maksud agar tanaman tidak tumbuh rimbun disekitar akar, tetapi dengan adanya bangunan cor akan membuat resapan air hujan terganggu.

          Di sebelah Timur Laut dari pohon randu alas tampak ada tempat hewan peliharaan warga sekitar yang menggurangi keasrian dari lingkungan sekitar dari pohon tersebut. Pohon randu juga dikenal sebagai kapas jawa, kapuk jawa atau pohon kapas-sutra, dalam ilmu taksonomi disebut sebagai ceiba dengan klasifikasi sebagai berikut.

  • Kerajaan: Plantae
  • Divisi: Magnoliophyta
  • Kelas: Magnoliopsida
  • Ordo: Malvales
  • Famili: Malvaceae (Bombaceae)
  • Genus: Ceiba
  • Spesies: Ceiba Petandra

Sumber: majalah Penataran, Morfologi Tumbuhan dan warga. (DSG)

0 komentar:

Posting Komentar