Randu alas demikian
masyarakat setempat menyebutnya, morfologinya tidak jauh berbeda dengan tanaman
pada umumnya, yaitu sebatang pohon randu yang tumbuh ditengah hutan penduduk maka
pohon itu dinamakan randu alas. Namun demikian ada yang membedakan dengan pohon
lain di sekitarnya, yaitu sosok randu alas yang tinggi besar menjulang.
Jika
dilihat dari jauh randu alas sudah terlihat jelas sosoknya, karena pohonya
tinggi melebihi rata-rata pohon yang tumbuh di kanan kirinya.Bila dipandang
dari bawah cabang-cabang randu alas merentang kekar bagaikan lengan. Sinar
matahari bebas menerobos masuk melalui sela-sela daun. Dahannya yang besar
menjadi tempat (media) tumbuh sebesar pohon beringin, tanaman paku sarang
burung, paku picis dan sebagai rumah dari beberapa fauna seperti burung
kutilang. Tampaknya aneh ketika musim kemarau tiba, daun randu habis berguguran,
tinggal pohon beringin yang hijau subur seolah pohon randu berdaun beringin ber-sulur hingga hampir menyentuh tanah. Konon
menurut warga sekitar, dulunya randu alas dihuni oleh sekelompok populasi kera
berekor panjang, namun kini tahu entah kemana ujung rimbanya.
Tentang ukuran
dan usia pohon randu alas hingga sekarang belum ada keterangan resmi yang pasti
dari pohon besar ini. Warga, begitu juga orang-orang yang datang hanya
mengkira-kira saja. Tetapi yang pasti cukup besar untuk ukuran kayu sejenis di
pulau jawa. Bagian bawah pohon randu begitu besar, entah berapa ukuran
diameternya, bila kita berdiri di bawahnya seolah tertelan olehnya. Besar
bonggol randu belum ada ukuran pasti hanya saja perlu 10 orang dewasa lebih yang
merentangkan tangan dan bergandengan untuk bisa mengitari pohon randu raksasa
ini. Menurut penuturan seorang sahabat yang merupakan
penduduk asli, banyak mitos dan cerita mistis yang berkembang di masyarakat
seputar pohon randu. Pohon randu ini dulu merupakan tanda tanah wewengkon(kekuasaan) dari Keraton
Mataram.
Konon pohon randu itu ada sepasang. Yang satu ditanam di keraton, dan
satunya lagi randu yang tumbuh di desa itu. Pohon randu yang di keraton adalah
randuwedok (perempuan), sedangkan
randu yang ada di Tumpakkepuh randu lanang
(laki-laki) karena tak pernah ditemukan buahnya, pohon randu ini tidak
seperti pohon randu pada umumnya. Bunganya berwarna merah dan buahnya
kecil-kecil seperti kapas. Biji randu alas tidak pernah tumbuh disana, sehingga
tidak pernah ditemukan tunas randu alas di desa itu. Meski pohonnya ada di desa
Tumpakkepuh jatuhnya buah di Keraton Mataram. Dulu sering kali orang-orang dari
Mataram mengunjungi pohon randu alas itu.Mereka membuat sesaji, menyembelih
kambing dan melakukan ritual di bawah pohon randu. Namun disayangkan wanawisata
randu alas belum cukup tersentuh. Sayang disayang pohon randu alas ini dari
tahun ke tahun tetap saja hanya dipandang sebelah mata hanya dijadikan sebagai
tempat berteduh atau rehat, di sebelah pohon telah dibangun sebuah rumah panggung dan sekitar akar
telah dibangun pula jalan berlapis semen yang mempunyai maksud agar tanaman
tidak tumbuh rimbun disekitar akar, tetapi dengan adanya bangunan cor akan
membuat resapan air hujan terganggu.
Di sebelah Timur Laut dari pohon randu
alas tampak ada tempat hewan peliharaan warga sekitar yang menggurangi keasrian
dari lingkungan sekitar dari pohon tersebut. Pohon randu juga dikenal sebagai
kapas jawa, kapuk jawa atau pohon kapas-sutra, dalam ilmu taksonomi disebut
sebagai ceiba dengan klasifikasi
sebagai berikut.
- Kerajaan: Plantae
- Divisi: Magnoliophyta
- Kelas: Magnoliopsida
- Ordo: Malvales
- Famili: Malvaceae (Bombaceae)
- Genus: Ceiba
- Spesies: Ceiba Petandra
Sumber: majalah Penataran, Morfologi Tumbuhan dan warga. (DSG)
0 komentar:
Posting Komentar