Desa Krisik Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar terletak sekitar 12 km dari ibukota kecamatan dan 39 km dari Ibu Kota Kabupaten. Batas administratif pemerintahan Desa Krisik
meliputi: sebelah utara, berbatasan dengan Desa Pagersari Kecamatan Ngantang Kabupaten
Malang, sebelah barat dan selatan berbatasan dengan Desa Tulungrejo Kecamatan
Gandusari Kabupaten Blitar, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Tegalsari
Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar.
Topografi dan kontur
tanah Desa Krisik merupakan persawahan dan perbukitan yang berada pada
ketinggian 656-718 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara berkisar
antara 170 C-200 C.
Berdasarkan data kependudukan tahun 2011, jumlah
penduduk Desa Krisik tercatat 7.307 orang, dengan keberagaman agama, seperti:
Islam, Hindu, Budha, Kristen dan Katolik. Namun demikian kehidupan antar
umat beragama terjalin dengan harmonis, baik dalam pemerintahan desa
maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Islam dan Hindu saling bekerja
sama, bahu membahu dalam kehidupan sehari-hari diberbagai sektor seperti
pertanian, niaga dan sektor spiritual, kearifan lokal ini dapat digunakan sebagai tauladan toleransi antar
umat beragama bagi daerah-daerah lain di Indonesia dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia.Kearifan lokal di daerah itu masih dipertahankan hingga
saat ini oleh masyarakat Desa Krisik baik oleh umat Islam maupun umat Hindu. Di Desa Krisik terdapat petilasan berupa candi
dan sebuah telaga yang keberedaanya tidak terlepas dari sebuah legenda dan
mitos di daerah setempat.
Rambut
Monte adalah nama sebuah candi terbuat dari batu andesit dan berbentuk segi
empat. Bagian yang tersisa dari Candi ini hanyalah Kamadathu atau kaki Candi
dan Rupadathu atau badan Candi. Pada bagian depan candi terdapat artefak yang
menyerupai Lingga Yoni, lambang kesuburan. Artefak yang menyerupai Lingga Yoni
itu berukir sulur-sulur gelung.Demikian
pula kepercayaan masyarakat Desa Krisik tentang ikan-ikan
Senggiring yang dikeramatkan di telaga Rambut Monte, tidak terlepas dari
berkembangnya legenda Mbah Rambut Monte. Konondi lokasi ini terjadi perkelahian
antara Rahwana dan Naga melawan Mbah Rambut Monte, keturunan Kerajaan
Majapahit. Pertarungan itu dimenangkan oleh Mbah rambut Monte. Mbah Rambut
Monte kemudian mengutuk Rahwana dan Naga menjadi candi berbentuk monyet dan
relief naga. Mbah Rambut Monte berpesan
kepada sejumlah muridnya agar menjaga batu candi yang berwujud Rahwana dan
relief naga. Namun karena sebagian
muridnya tidak mematuhi perintahnya, Mbah Rambut Monte marah dan mengutuk
murid-muridnya menjadi ikan yang mendiami telaga hingga saat ini. Dari kisah
tersebut berkembanglah mitos dalam masyarakat Krisik tentang candi Rambut Monte
dan ikan dewa (Senggiring) yang menjadi suatu nilai kearifan lokal yang tidak
boleh dilanggar oleh masyarakat.
Dari legenda dan cerita mistis tersebut, secara turun temurun di
petilasan Rambut Monte setiap Jumat Legi bulan Dulkangidah (Dzulqa’ijjah) umat
Islam melakukan ritual Kekelan yaitu memberikan makan pada ikan dalam acara
Bersih Desa dan Nyadran serta ritual Tirta Yatra sebagai bagian dari ajaran Tri Hita Karana
bagi umat Hindu yang dilakukan menjelang upacara Galungan dan upacara Nyepi serta dalam rangka melakukan perjalanan
suci mencari sumber air suci.
Terjadinya Desa Krisik Kecamatan Gandusari Kabupaten
Blitar, menurut bapak Wawan (Kepala Desa Krisik) terjadinya Desa Krisik berakar
pula dari legenda Mbah Sukoboyo salah satu pengikut Pangeran Diponegoro yang
melarikan diri dari kejaran tentara Belanda pasca kekalahan perang Diponegoro pada tahun 1825-1835 dan tiba di
daerah itu yang masih merupakan hutan belantara yang terkenal angker. Dalam
semedinya di petilasan Rambut Monte ia berdoa secara khusuk kepada Allah, tak
disadarinya pusaka kerisnya tertinggal di tempat itu. Dibantu beberapa penduduk
mencari keris yang hilang, ternyata keris tersebut masih dapat diketemukan di
petilasan Rambut Monte dalam keadaan utuh. Sepeninggal mbah Sukoboyo cerita
tersebut menjadi bahan pembicaraan penduduk dari mulut kemulut, kata kerise
isik sering diucapkan penduduk pada waktu itu, akhirnya tempat tersebut diberi
nama Krisik dari kata kerise isik (jawa: kerisnya masih ada). (DSG)
0 komentar:
Posting Komentar